YOYAKARTA (majanews.com) – Untuk memperingati hari Pahlawan tepat pada hari Kamis 10 November 2022, puluhan jurnalis yang ada di Mojokerto, Jawa Timur. Telah berziaroh ke makam Sang juru kunci Gunung Merapi, Bukan hanya itu, para kuli tinta berbagai media tersebut Juga bersilahturakhim ke sang istri tercinta Mbah Maridjan yang bernama Mbah Poniran.
Dalam ziaroh ke pahlawan gunung merapi merupakan agenda Workshop Peningkatan Peran Media yang bertajuk Peran Media Sebagai Mitra Pemerintah Daerah. Workshop peningkatan peran media yang dikemas dalam agenda Pers Tour ke 2 itu digelar untuk menjalin hubungan kerja yang harmonis antara Pemerintah dengan pers dalam rangka mendukung pembangunan Kabupaten Mojokerto. Dalam giat digalangkan oleh Diskominfo Kabupaten Mojokerto selama 2 hari, pada tanggal 9-10 November 2022.
Gunung Merapi yang berada di perbatasan empat kabupaten di Yogyakarta dan Jawa Tengah tak bisa dilepaskan dari kisa Mbah Maridjan.
Mbah Maridjan adalah sang juru kunci Gunung Merapi yang berusia 83 tahun itu masuk dalam daftar 32 korban meningggal saat erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010.
Bukti sebuah mobil yang hangus, merupakan korban letusan gunung merapi, korban bernama Yuniawan alias Wawan diketahui jurnalis dari salah satu media online, Jenazah Yuniawan ditemukan bersama tiga jenazah lain di dalam rumah Mbah Maridjan yang hancur lebur.

Mbah Maridjan lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman pada tahun.
Mbah Maridjan adalah seorang juru kunci Gunung Merapi. Amanah sebagai juru kunci ini diperoleh dari Sri Sultan Hamengkubuwana IX. Setiap gunung Merapi akan meletus, warga setempat selalu menunggu komando darinya untuk mengungsi.Dia mulai menjabat sebagai wakil juru kunci pada tahun 1970.
Ia diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi pada tahun 1982 menggantikan sang ayah yang meninggal dunia.
Sebelumnya Maridjan muda diberi tanggung jawab sebaga wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci.

Mbah Maridjan diangkat menjadi diangkat menjadi Abdi Dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta oleh Sultan Hamengku Buwono XI dengan nama baru Mas Penewu Suraksohargo.
merasa memiliki kedekatan dengan Gunung Merapi dan secara kultural, Mbah Maridjan menjalankan tirakat dan percaya bahwa Gunung Merapi dikuasai yang ia sebut Bahureksa.
Sebagai juru kunci Gunung Merapi, ia melihat fenomena alam dengan menggunakan kacamata naluriah yang merujuk pada kebiasaan niteni (mengamati).
Abdul Karim menuliskan pernyataan Mbah Maridjan yang ia temui pada 7 November 2008.
“Saya menjadi juru kunci Gunung Merapi karena melanjutkan tugas orang tua saya yang dahulu sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta Nama Ayah saya yang diberikan Ngarsa Dalem di serat kekancingan tersebut adalah Suraksohargo,” kata Mbak Maridjan.

Setelah berziaroh ke makam Mbah Maridjan dan petilasan, puluhan kuli tinta menyempatkan diri bersilahturakhim ke kediaman istri tercinta almarhum Mbah Maridjan, dan bersalam-salaman serta mengambil foto.
Para pekerja pers tersebut juga mengunjungi ‘BUNKER KALIADEM’, terletak di Lereng Gunung Merapi. Tempat tersebut merupakan zona berbahaya, di sana ada ratusan ribu penduduk yang tak bisa lepas dari ancaman letusan salah satu gunung paling aktif di dunia itu. Maka dari itu, dibangunlah beberapa buah bunker yang diperuntukkan bagi para warga yang tak bisa melarikan diri.(mif/tim)