NGANKUK, (majanews.com) – Proyek ambisius yang digadang gadang Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemdakab) Nganjuk bertajuk sebagai Kawasan Ekonomi Nganjuk (KEN) atau lebih dikenal Slumbung Foods Festival (SFF) kini justru menjadi bangunan kosong melompong dan mangkrak. terkabar proyek KEN SFF menelan anggaran hingga mencapai Rp.28 milyar.
Hasil informasi yang dihimpun majanews.com, proyek ambisius yang mulai di kerjakan pada tahun 2022 silam di masa pandemi covid-19 dalam upaya pembangunan terkabar menyedot anggaran mencapai Rp.28 milyar. Proyek tersebut di bawah pemangku Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPRKPP) Kabupaten Nganjuk.
Bangunan yang memiliki tata terletak strategis di Jalan A. Yani, jantung Kota Nganjuk tersebut mulai di operasionslkan pada 2023, Namun sejak memasuki awal tahun 2024 hingga saat ini Juni 2025 kawasan ini terlihat tak berfungsi dan ditinggal penghuni dan tak satu pun pengusaha lapak UMKM aktif, tampak suasana lengang menyelimuti kawasan yang dahulu digadang-gadang dan di gemborkan sebagai pusat kuliner dan UMKM unggulan Nganjuk.
Minim perencanaan yang matang, Slumbung Foods Festival diduga kuat gagal menarik minat para pelaku usaha, Sumber internal menyebut kegagalan SFF menarik minat pelaku usaha diduga kuat akibat perencanaan pengelolaan yang lemah. lapak di sebelah timur yang sudah tampak tertata rapi kursi dan meja sebagai penyuluh hidangan pembeli tanpa di lengkapi atap.
Sehingga sangat berpengaruh bila musim hujan tiba. selain itu terdampak tingginya biaya sewa per tahun dan membuat para pedagang usaha memilih mundur tanpa melanjutkan sewa tambahan.
Sigit Sudariyanto, Kepala Bidang (Kabid) Sumberdaya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (SDPE) Dinas Porabudpar Kabupaten Nganjuk saat dikonfirmasi majanews.com, pada Rabu (25/06/2025) membeberkan, pihaknya baru menjabat menduduki Kabid pada September 2023 setelah Slumbung Foods Festival sudah mulai sepi.
“Setelah saya menduduki di bidang saya ini baru di hadapkan dengan persoalan slumbung foods festival. Setelah di kelola oleh pihak ke 3 selaku mitra kerja sama dengan pemerintah daerah nganjuk ternyata tidak bisa mengembalikan uang sewa yang masuk ke PAD,” katanya.
Masih dikatakan, karena alasannya banyak sekali faktor faktor yang menjadi pengaruh, kalau menurut analisa saya pribadi. Kegagalan Slumbung Foods Festival harga sewa lapak pertahun terlalu tinggi (mahal), sewa per tahun satu lapak seharga Rp. 9 juta sekian.
“Dan setelah itu adanya harga yang terlalu mahal terjadi adendum dengan turun harga menjadi Rp 6 juta sekian, setelah terjadi adendum juga belum berjalan maksimal,” sambungnya.
Lebih lanjut, kita menilai karena pembayaran ke Disporabudpar tampak tersendat sendat, naah sejak pada waktu itu hingga sampai hari ini pihak ke 3 masih punya tunggakan (piutang).
“Setelah terjadi hal tersebut pada bulan September 2024 Disporabudpar melakukan proses pengembalian Asetan Kawasan Ekonomi Nganjuk (KEN) SFF, dan tepat pada wala tahun 2025 Asetan slumbung sudah kita serahkan ke pihak Daerah Nganjuk khusunya ke BPKAD Kabupaten Nganjuk,” ulasnya.
Saat disinggung majanews.com kalau Asetan sudah di serah terimakan ke pihak Daerah, lantas siapa yang bertanggung jawab terkait adanya tunggakan yang belum terbayar dari pihak ke 3 swasta, Sigit menjawab, meskipun Asetan sudah di serah terimakan untuk tanggung jawab masalah tunggakan tetap tanggung jawab Disporabudpar.
“Karena pihak 3 juga ada surat pernyataan untuk mengembalikan anggaran sebagai tunggakan, sekitaran Rp.100 juta lebih yang harus di bayar PAD Daerah,” pungkas pejabat Kabid SDPE Disporabudpar.(nyoto)