Minggu, 12 Maret 2023.
PASURUAN (majanews.com) – Tepat pada Haul ke-30 Ustad Husein bin Abi Bakar Alhabsy di buka Museum Sejarah Perjuangan dan Jejak Da’wah nya di kompleks Yayasan Pesantren Islam, Minggu, (12/03/2023), Kenep Beji Pasuruan.
Sosok yang Lahir pada 21 April 1921 dan wafat pada 14 Januari 1994 ini meninggalkan banyak karya nyata dan termasuk ulama’ yang tersohor di Indonesia hingga manca negara.
Di antara peninggalan Ustadz Husein Al Habsyi yang di pamerkan dalam museum antara lain : foto sejak kecil hingga dewasa termasuk saat dirinya mengikuti kegiatan-kegiatan penting dalam da’wah dan perjuangannya.
Selain itu ada pula kumpulan kliping catatan-catatan nya dalam kertas-kertas tempo dulu yang masih terjaga, kaset rekaman pidato, buku-buku karya tulisnya, dan benda penting milik pribadi yang sering di gunakan olehnya semasa hidup.
Berikut catatan ringkas biografi Ustad Husein bin Abi Bakar Alhabsy dari kehidupan awalnya, pendidikan, Mendirikan lembaga pendidikan, dan karya-karya.
Kehidupan Awal
Ustad Husein Alhabsy merupakan keturunan dari Imam Ali Al-Uraidhi, ulama dan ahli hadis terpandang di Madinah yang merupakan putra dari Imam Ja’far Al-Shodiq, guru para imam mazhab sekaligus generasi ke-enam dari keturunan Nabi Muhammad SAW.
Ayahnya, Abu Bakar Al-Habsyi, merupakan kemenakan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, ulama besar Hadhramaut Yaman, dan penggubah syair-syair maulid Nabi yang populer, Simthu Al-Durar. Tapi, sang ayah tak mendampinginya lama. Abu Bakar Al-Habsyi wafat di Garut, Jawa Barat, saat Husein belum genap setahun. Sejak itu, ia diasuh oleh paman dari garis ibu, Muhammad bin Salim Baraja, seorang guru di Surabaya.
Pendidikan
Ustad Husein Alhabsy menempuh pendidikan dasar di Madrasah Al-Khoiriyah, salah satu lembaga pendidikan diniah tertua di Surabaya. Belajar di sekolah agama dan diasuh sejumlah ulama besar membuat Husein mampu membaca magnum opus Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, di usia 12 tahun.
Di lembaga ini dia berguru kepada sejumlah ulama, seperti Al-Habib Abdul Qodir Bilfagih (ahli hadis), Syaikh Muhammad Robah Hassuna (asal Palestina), dan Sayyid Muntasir Al-Kattani (Maroko). Usai belajar di Al-Khoiriyah, Husein sempat mengajar di almamaternya itu sebelum memutuskan pindah ke Johor, Malaysia, mengikuti kakaknya, Ali Al-Habsyi, pada 1936 Malaysia dan Singapura, 1936-1943 Di Johor, selain mengajar di Madrasah Al-Aththas milik Al-Habib Hasan Al-Aththas Husein juga berguru kepada Al-Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad, mufti Kerajaan Johor yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu fikihnya.
Di Malaysia pula, ustad Husein Alhabsy menikahi anak dari paman garis ayah pada 1939. Pada 1941, anak pertamanya lahir di Malaysia. Namun, pendudukan Inggris dan perang melawan Jepang di Semenanjung Malaysia membuat negeri itu menjadi medan perang terbuka dan suasana menjadi serba sulit. Akibat perang ini, anak pertamanya sakit dan meninggal di usia sekitar 7 bulan.

Kondisi perang itu memaksa Ustad Husein Alhabsy dan keluarganya meninggalkan Malaysia dan menetap di Singapura. Di Singapura, ustad Husein Alhabsy menjadi guru di sekolah milik filatropis terpandang, Sayyid Abdul Rahman Al-Junied.
Mendirikan lembaga pendidikan
Pada 1973, ustad Husein Alhabsy mulai merintis sebuah lembaga pendidikan Islam yang telah lama diidam-idamkan, yakni lembaga pendidikan Islam yang toleran dan inklusif terhadap berbagai mazhab pemikiran Islam.
Ustad Husein Alhabsy memulai upaya konkretnya di kota Bondowoso. Namun dia harus mengalami sejumlah kendala dan kesulitan di sana, hingga dia berpindah ke Bangil. Di kota inilah Husein pada 1976 berhasil mewujudkan cita-citanya mendirikan lembaga pendidikan Islam yang inklusif tersebut.
Dari seorang dermawan Fathimah Basyaeb, ustad Husein Alhabsy mendapatkan wakaf tanah dan sedikit modal awal. Dengan bantuan beberapa dermawan lainnya, Ia membangun pondok pesantren yang kini dikenal dengan nama YAPI (Yayasan Pesantren Islam).
Di YAPI Bangil, ustad Husein al Habsyi kemudian benar-benar merealisasikan aspirasinya untuk membangun pola dan materi pendidikan serta pembelajaran Islam yang inklusif, terbuka terhadap semua aliran dan golongan Islam, tanpa terkecuali. Di pondok ini, ada sejumlah guru salafi yang mengajar anak-anak didik Syiah, dan sebaliknya, persis seperti yang telah lama dia idam-idamkan.
Selain mengawasi perkembangan pesantren secara umum, ustad Husein Alhabsy juga terjun langsung mengajar. Selain materi-materi keislaman pada umumnya, ustad Husein Alhabsy mengajarkan materi khas yang dia beri nama “Tauiyyah” (Penyadaran).
Materi ini berisi wawasan keislamaan inklusif seperti uraian tentang mazhab-mazhab Islam, wawasan nasional dan internasional, seperti kritik sosial-politik terhadap kebijakan pemerintah, situasi terkini dunia Muslim, dan ideologi-ideologi Barat, seperti neokolonialisme, kapitalisme, dan liberalisme dan berbagai wejangan moral yang berasal dari pengalaman hidupnya yang panjang.
Pada 14 Januari 1994, di usia 72 tahun, Ustadz Husein Al-Habsyi tutup usia setelah menderita demam sehari sebelumnya. Dia meninggalkan tiga istri dan 15 anak, tiga di antaranya meninggal saat Husein masih hidup.
Semasa hidupnya, ustad Husein Al-Habsyi dikenal sebagai pendakwah yang selalu mendorong persatuan umat Islam dan toleransi lintas-mazhab. Bagi ustad Husein Alhabsy, muslim harus berpikir bebas, sehingga tak mudah dikotak-kotakkan oleh paham dan aliran yang berpandangan sempit. Pandangan dan sikap ini membuatnya tak jarang menghadapi teror dan fitnah dari kalangan ulama berpikiran sempit, umat yang terprovokasi, dan penguasa.
Karya-karya
Terjemahan Injil Barnabas (bersama Abu Bakar Basymeleh), Tentang Aliran Ahmadiyah, Agar Tidak Terjadi Fitnah (Kritik atas Pandangan Ahmad Hassan yang menolak mazhab), Benarkah Al-Qur’an itu Wahyu Allah? (Risalah mengenai Kristologi), Family Planning (Kritik atas Pemaksaan KB), Menjawab Berbagai Tuduhan terhadap Islam, Kamus Al-Kautsar Arab-Indonesia, Merangkul Kembali Al-Qur’an, Pengantar Tafsir Surah Al-Baqarah, Nabi Bermuka Manis tidak Bermuka Masam (Tafsir Surah Abasa dan Analisa Konflik Kelas di Zaman Nabi), Al-Radd “Ala An-Nadwi (Jawaban kritis atas karya Abul Hasan Al-Nadwi dalam bahasa Arab), Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah Isiamiyyah, Sunnah-Syiah dalam Dialog, Kumpulan Khutbah Jum’at, Kumpulan Khutbah Idul Fitri, Kumpulan Khutbah Idul Adha, Kumpulan korespondensi dengan para ulama dunia terutama Timur Tengah (dalam bahasa Arab).
Perjalanan juang sosok ustad Husein Alhabsy amat panjang dan mengandung beragam makna yang dalam. Berita biografi ini tidak mungkin menggambarkan secara utuh sepak terjang perjuangannya.
Semoga kita semua memperoleh berkah nya dan seluruh orang soleh di Indonesia dan seluruh dunia, aamin.(ali/tim)